Komisi VII Soroti Gagasan Pembentukan BPI-EBT

02-10-2020 / KOMISI VII
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII DPR RI dengan PJCI, HIMNI, ASEAN Center of Energy, WIN, dan Torchon International, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/10/2020). Foto : Jaka/Man

 

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menyoroti gagasan mengenai pembentukan Badan Usaha Pengembangan dan Investasi Energi Baru dan Terbarukan (BPI-EBT) yang dipaparkan oleh Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI). Sugeng menegaskan, perlu adanya titik perbedaan antara BPI-EBT jika nantinya terealisasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang selama ini juga bergerak dalam bidang investasi. 

 

Termasuk, letak perbedaan BPI-EBT dengan PLN dalam hal Key Performance Indicator (KPI). Demikian disampaikan Sugeng saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII DPR RI dengan PJCI, HIMNI, ASEAN Center of Energy, WIN, dan Torchon International, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/10/2020). Rapat yang digelar secara fisik dan virtual itu membahas masukan untuk RUU EBT. 

 

"Dalam pemaparan tadi, PJCI telah menggarisbawahi tentang perlunya pembentukan BPI-EBT. Lantas, apa perbedaan BPI-EBT dengan PLN. Mengingat, PLN juga merupakan suatu badan yang juga selama ini melakukan investasi. Dan juga tentang letak perbedaan signifikan antara BPI-EBT dengan PLN dalam hal KPI-nya," tandas Politisi Fraksi Nasdem ini. 

 

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengusulkan perlu adanya pembicaraan lanjutan tentang gagasan pembentukan BPI-EBT. Mengingat berdasarkan paparan ASEAN Center of Energy, menurutnya dapat disimpulkan bahwa EBT di masa depan akan sangat futuristik dan optimistis. Namun, di sisi lain masih menjadi pro-kontra di tengah masyarakat. 

 

"Kami mendapat berbagai masukan yang sangat bermanfaat. Pertama, tentang pentingnya sebuah badan yang khusus bergerak dalam lingkup EBT. Karena, masih menjadi pro-kontra apakah badan tersebut betul-betul dibutuhkan. Mengingat, implementasi dari EBT sejauh ini masih tergolong minim. Namun, kita juga melihat paparan ASEAN Center of Energy bahwa EBT mendatang sangat optimistis," tuturnya.

 

Menanggapi hal itu, Ketua PJCI Eddie Widiono mengungkapkan bahwa tercatat industri nasional di Pulau Jawa mengkonsumsi 70 miliar kWh. Sementara, EBT yang tersedia hanya 8,5 miliar kWh. Artinya, jauh di bawah rata-rata EBT yang digunakan di dunia untuk industri. Di sisi lain, ada gerakan RE-100 yang seratus persen berniat menggunakan EBT.  

 

"255 perusahaan di dunia dengan konsumsi listrik 235 Miliar kWh terus melesat tumbuh. Gerakan ini akan menghantam industri nasional jika tidak siap dengan EBT. Perkembangan geopolitik itu merupakan alarm bagi Indonesia untuk bertindak extraordinary di bidang EBT. Maka, PJCI mengusulkan pentingnya dibentuk BPI-EBT," papar eks Dirut PLN tersebut. (pun/er) 

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...